Seruan Bersama bagi Papua Damai - Harian Papua

Breaking

Sabtu, 09 November 2019

Seruan Bersama bagi Papua Damai

Seruan Bersama bagi Papua Damai
Perwakilan sejumlah lembaga bersama tokoh lintas agama menyerukan Papua damai di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya No. 164, Kenari, Jakarta Pusat, Senin (9/9). Seruan disampaikan karena keprihatinan atas terjadinya serangkaian aksi kekerasan, dan jatuhnya korban masyarakat dan aparat di Papua.

Hadir pada kesempatan itu, KH. Said Aqil Siradj (PBNU), Pdt Gomar Gultom (PGI), Romo Heri Wibowo (KWI), Romo Franz Magnis Suseno, Ronald Rischardt (Biro Papua PGI), Usman Hamid (Amnesty Internasional), Antie Sulaiman (UKI), dan Alissa Wahid (GNI).

Seruan untuk Papua damai dibacakan secara bergantian. Mereka meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah, dan tindakan agar tidak menimbulkan gejolak, dan permasalahan baru.

Selain itu, apresiasi yang sangat tinggi kepada jajaran pemerintah serta seluruh kalangan masyarakat di Papua, khsusunya tokoh agama, dan tokoh adat, yang dengan sungguh-sungguh berusaha menjaga situasi sosial agar tidak mengarah pada kesuruhan yang memperkeruh suasana, dan mengganggu keamanan, dan ketertiban. Juga meminta jalinan dialog yang sudah dibangun sejak lama dan diinisiasi oleh Presiden RI Keempat, KH. Abdurrahman Wahid, yang salah satunya mengembalikan nama Papua dari Irian Jaya, harus terus dirawat dan dijadikan bekal, serta komitmen kebangsaan bersama menuju terciptanya masyarakat yang adil, dan beradab. Sebab Papua adalah kita, dan kita adalah manusia-manusia yang memiliki harkat dan martabat.

Atas dasar itu, mereka menyerukan pertama, mendorong pemerintah untuk menciptakan perdamaian yang abadi di Papua. Perdamaian harus diletakkan sebagai puncak dan tujuan dalam membangun kehidupan berbangsa dalam bingkai kebinekaan. Kedua, mendorong pemerintah agar mengedepankan dialog dan pendekatan kemanusiaan dalam menciptakan perdamaian di Papua dan sejauh mungkin menghindari pendekatan militeristik yang justru cenderung membuat keadaan semakin buruk.

 Ketiga, meminta kepada segenap tokoh bangsa, pemuka agama, tokoh adat dan segenap elemen bangsa untuk membantu bahu-membahu merajut dialog guna merekatkan bangunan kebersamaan antar masyarakat. Keempat, meminta kepada pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus, yang antara lain pembentukan Komisi HAM, pengadilan HAM, dan komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang berkedudukan di Papua. Kelembagaan ini penting untuk digunakan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. Selain itu, pemerintah perlu mengutamakan pendekatan musyawarah dalam menanggapi aspirasi-aspirasi masyarakat yang berkembang.

 Kelima, meminta segenap pihak, dan seluruh komponen bangsa untuk menahan diri dari mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat memperkeruh keadaan di segala ruang publik, termasuk di media sosial, dan mari kita ciptakan suasana yang sejuk, tenang dan damai. “Kepada aparat penegak hukum, kami juga mengingatkan agar lebih proporsional dalam merespons komentar-komentar warga masyarakat yang beredar terutama di media sosial,” demikian seruan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar