Aktivis Inggris: Kami Mengutuk Perekrutan Anak Dibawah Umur Dalam Gerakan Papua Merdeka - Harian Papua

Breaking

Jumat, 13 Desember 2019

Aktivis Inggris: Kami Mengutuk Perekrutan Anak Dibawah Umur Dalam Gerakan Papua Merdeka

Aktivis Inggris: Kami Mengutuk Perekrutan Anak Dibawah Umur Dalam Gerakan Papua Merdeka

Aktivis Inggris mengutuk penggunaan tentara di Bawah umur di Indonesia Timur. Mereka menggelar protes terhadap penggunaan tentara dibawah umur dan dukungan Dewan Kota Oxford terhadap The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Menurut mereka, anak-anak direkrut secara paksa, tetapi juga ada kemungkinan mereka bergabung dengan militer dan kelompok bersenjata karena tekanan budaya.

“Kami mengutuk penggunaan tentara dibawah umur dalam Gerakan Papua Merdeka,” kata salah satu aktivis dalam sebuah video yang beredar di media sosial.

Mereka mengaku sangat murka mengetahui pemerintah Inggris khususnya Walikota dan Dewan Kota Oxford yang mendukung aksi semacam itu.

Bukti nyatanya adalah Jacob Rombiak, juru bicara ULMWP yang menyatakan bahwa mereka melatih anak-anak dalam operasi militer, dan ini adalah fakta bahwa West Papua Army (WPA) yang menggunakan tentara dibawah umur.

Bukankah ini adalah kejahatan perang? Hukum internasional mendefinisikan, “Merekrut atau mendaftarkan anak dibawah usia 15 tahun dan menggunakannya untuk berpartisipasai aktif dalam permusuhan adalah kejahatan perang.” Statuta Roma 1998.

Hampir 170 negara termasuk Indonesia telah meratifikasi perjanjian PBB yang mewajibkan pemerintah untuk menghentikan perekrutan militer di bawah 18 Tahun dan mengakhiri eksploitasi militer anak-anak oleh kelompok-kelompok bersenjata Negara dan non-Negara.

Namun, Dewan Kota Oxford tidak mencari tahu mengenai keberadaan tentara di bawah umur ini dan malah memberi dukungan kepada Benny Wenda yang dengan sengaja mengeksploitasi anak. Hal inilah yan  memancing kemarahan aktivis Britania.

“Anak-anak seharusnya bebas, diperbolehkan sekolah, melakukan kegiatan sehari-hari, mendapat pendidikan, bukannnya menjadi bagian dari organisasi teroris ini.” kata aktivis lainnya.

Karena sebelumnya, keputusan Dewan Kota Oxford memberikan penghargaan Kebebasan Kota (Freedom of the City) kepada separatis Papua Benny Wenda yang kemudian dikecam keras Republik Indonesia. Penghargaan itu dinilai diberikan Oxford berdasarkan penilaian yang salah tentang Benny Wenda.

Dilansir BBC, Kamis (18/7/2019), penghargaan diberikan Dewan Kota Oxford ke Benny pada Rabu (17/9) waktu setempat. Wali Kota Oxford Craig Simmons, mengatakan penghargaan itu “layak diberikan” dan Benny Wenda “begitu banyak berkontribusi baik lokal maupun di panggung internasional”.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, menyatakan bahwa, Dewan Kota Oxford kembali melukai perasaan rakyat Indonesia. Penghargaan kepada orang tersebut merupakan kelanjutan dukungan Dewan kepada gerakan Papua Merdeka setelah memberi izin pembukaan kantor Free West Papua Campaign di Oxford pada tahun 2013 lalu.

KBRI menyampaikan, pemerintah Indonesia mengecam keras penghargaan ke Benny Wenda yang diberikan Oxford. Pemberian penghargaan kepada Benny mengurangi kredibilitas Oxford sebagai pusat pendidikan terkemuka di dunia. Indonesia menilai Oxford menilai Benny secara salah kaprah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar