Otsus Untuk Kesejahteraan Rakyat Papua - Harian Papua

Breaking

Sabtu, 15 Agustus 2020

Otsus Untuk Kesejahteraan Rakyat Papua



Kebijakan Otonomi Khusus Papua merupakan titik temu jalan tengah untuk menguatkan integrasi Papua sekaligus jembatan untuk meniti perdamaian dan membangun kesejahteraan di Tanah Papua.

Otsus sendiri masih berlangsung sesuai UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Sejauh ini, sejak dilaksanakan selama 20 tahun, besaran dana Otsus untuk Papua mencapai Rp126,9 triliun yang difokuskan terutama 30% untuk sektor pendidikan dan 15% untuk sektor kesehatan dan gizi.

Besaran dana Otsus tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah RI untuk pembangunan Papua. Melalui Otsus, Orang Asli Papua juga menjadi syarat sebagai kepala daerah berdasarkan pasal 12 pada UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Gubernur dan Wakil Gubernur wajib orang asli Papua (OAP).

Tidak dapat dimungkiri ada kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanaan Otsus. Yang diperlukan Papua dan Papua Barat di masa depan adalah meningkatkan akuntabilitas serta transparansi Otsus agar memberi manfaat kesejahteraan bagi rakyat Papua Otonomi Khusus Papua dan Kesejahteraan Orang Asli Papua.

Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Ferdinando Solossa menjelaskan, kehadiran Otsus Papua dari awal sejak 2001 merupakan sebuah tuntutan orang Papua yang merasa tertinggal dari berbagai aspek. Menurut dia, dalam kurun waktu 20 tahun sampai saat ini, kehadiran Otsus diakui memang memberi manfaat yang begitu besar.

"Manfaat Otsus sangat besar bagi Papua, bahkan dari sisi anggaran setiap tahun terus meningkat," katanya saat diskusi "Otonomi Khusus Papua dan Kesejahteraan Orang Asli Papua", Kamis malam (13/8/2020).

Maybrat menjelaskan, anggaran otsus yang dikucurkan pemerintah pusat dari tahun 2000 hingga 2020 sekarang, di mana dari sisi besaran dana terus meningkat, juga diprioritaskan untuk empat program prioritas. Seperti, aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal itu menjadi bukti bahwa perhatian pemerintah pusat ke Papua begitu besar.

Maybrat berharap, dalam implementasi ke depan, pemerintah daerah diberikan ruang sebesar-besarnya dari sisi kewenangan agar Otsus makin memberi manfaat optimal. Juga, agar implementasi Otsus itu terakomodasi secara baik sehingga anggaran yang begitu besar bisa direalisasikan sesuai dengan peruntukannya. Dengan begitu, dari sisi manfaatnya bisa lebih dirasakan oleh masyarakat.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih Hendrik Krisifu mengingatkan, masyarakat Papua jangan keliru memaknai Otsus. Menurutnya, Otsus itu tidak akan berakhir pada tahun depan.

Hendrik menjelaskan, Undang-Undang Otsus itu sebanyak 78 pasal, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan akan berakhir tahun 2021. Yang jelas, di pasal 34 ayat 6, disebut bahwa yang berakhir pada tahun 2021 adalah dana otonomi khusus. Jadi, kata Hendrik, harus ada satu pemahaman di masyarakat bahwa bukan Otsus yang akan berakhir. Namun, dana Otsusnya yang akan berakhir. Papua akan tetap mendapat keistimewaan.

"Jadi, jangan bikin kebingungan kepada masyarakat bahwa Otsus itu akan berakhir. Itu keliru. Yang berakhir itu dana otonomi khusus pada pasal 34 ayat 6. Dana otonomi khusus berakhir tahun depan, sedangkan otonomi khususnya terus berlanjut," jelas Hendrik.

Dia menilai bahwa sejauh ini pelaksanaan Otsus memang ada yang menggembirakan. Namun, tentu saja masih ada yang harus diperbaiki. Jika pun ada yang kurang, semua pihak mestinya bersama-sama memperbaiki. Dia mencontohkan pelaksanaan otonomi khusus dalam hal pembentukan partai politik. Dalam hal itu, agak berbeda dengan Aceh.

Hal lain yang perlu diperbaiki adalah soal evaluasi Otsus yang perlu diperbaki agar hasilnya bisa lebih dilihat masyarakat sehingga bisa dilihat dan juga masyarakat bisa berkontribusi memberi masukan. Harapannya, dengan lebih terbuka, bisa mendapat gambaran utuh tentang otonomi khusus di Papua.

Meski demikian, dia mengakui bahwa Otsus juga membuahkan hasil positif. Misal, terjadi daerah pemekaran, distribusi kewenangan di daerah, distribusi ekonomi, dan potensi di daerah lebih optimal dengan adanya pemekaran.

"Karena otonomi khusus itu, jadi ada pemekaran-pemekaran di Papua. Ini contoh yang berhasil menggembirakan," ucap Hendrik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar