Pemikiran Untuk Bubarkan Pansus Otsus, Itu Keliru - Harian Papua

Breaking

Rabu, 19 Agustus 2020

Pemikiran Untuk Bubarkan Pansus Otsus, Itu Keliru



Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH. MH menilai, sangat keliru jika punya pemikiran untuk membubarkan Panitia Khusus (Pansus) Otonomi Khusus (Otsus), sebab pansus punya tanggungjawab penuh untuk harus mengerjakan dan menjawab semua permasalahan masyarakat serta menampung semua aspirasi-aspirasi masyarakat, bahkan peristiwa-peristiwa besar yang harus dikemas dalam yang namanya Pansus, tidak bisa di Komisi.

“Bahkan ada statement bahwa Komisi I lah yang punya tupoksi. Jadi saya hanya mau garis bawahi, yang pertama kalau kita bicara Komisi justru itu terlalu kecil untuk mengurus salah satu agenda besar yang namanya Otsus. Sehingga itu tidak bisa dikerjakan oleh Komisi, harus dikerjakan oleh Pansus dan tidak bisa tidak, karena Pansus itu penting. Untuk itulah lembaga DPR Papua membentuk Pansus karena yang mengerjakan hal-hal besar seperti itu adalah Pansus, tidak bisa diiluar Pansus, jadi tidak bisa memberikan kewenangan kepada lembaga,” tandas Yunus Wonda ketika dihubungi Reportase Papua lewat via telpon selulernya, Senin (17/8).

Sebab kata Yunus Wonda, kehadiran anggota di dalam Pansus yang diutus oleh fraksi-fraksi, itu sangat minim. Ada berapa kali saya hadir dalam pertemuan Pansus namun hanya sedikit yang hadir.

“Lalu bagaimana kita mau bicara agenda besar yang hari ini benar-benar menjadi satu persoalan besar di Papua terkait otonomi khusus sementara kehadiran anggota dewan itu sendiri sangat memprihatinkan. Utusan-utusan yang dikirim oleh fraksi dalam Pansus ini, saya melihat ini justru sangat kurang,” ungkapnya.

Terkait dengan itu, Yunus Wonda pun meminta pimpinan-pimpinan fraksi, untuk melihat anggota yang sudah tidak aktif, harus ada penekanan kepada mereka. Sebab ini kewenangan Pansus tidak bisa diluar dari itu. Pansus ini mekanismenya jelas, makanya Pansus yang punya tanggungjawab membuat hal ini.

“Jadi kepada semua anggota dewan harus pahami ini, bahwa persoalan-persoalan besar atau masalah-masalah besar atau pun peristiwa-peristiwa besar itu harus membuat panitia khusus (Pansus) tidak bisa langsung lembaga DPR, dan tidak bisa dikerjakan oleh lembaga DPR. Yang bisa adalah Pansus yang fokus mengerjakan dan menyelesaikan persoalan terkait otonomi khusus ini. Sebab Pansus yang akan bekerja dengan instansi-instansi lain, LSM, bekerja dengan tokoh masyarakat, tokoh-tokoh adat , dengan perguruan-perguruan tinggi, dan tentunya dengan MRP. Itu semua harus dikerjakan oleh Pansus, tidak bisa dengan Komisi karena Komisi terlalu kecil. Oleh karena itu, ini harus dipahami,” tandas Yunus Wonda.

Yang kedua, lanjut Yunus Wonda, benar saya setuju bahwa Pansus ini harus menjadi tanggungjawab dan yang mengendalikannya adalah pimpinan DPR dan pimpinan DPR harus mengambil alih ini, namun tetap harus ada Pansus.

“Dalam SK sdh jelas, disitu ada empat pimpinan dalam Pansus. Dan kita ketahui ini merupakan agenda besar, masalahnya kita sendiri anggota DPR tidak ditempat. Padahal ini agenda besar, tapi seakan-akan hanya dikerjakan oleh satu dua orang atas nama lembaga ini, tidak bisa seperti itu. Jadi bapak ibu anggota dewan harus melihat persoalan ini dengan baik. Karena persoalan ini bukan persoalan masalah saya jadi ketua pansus, dia jadi ketua pansus, Bukan begitu,” ujar Yunus Wonda.

Menurut Yunus Wonda, ini utusan-utusan Fraksi yang masuk berkecimpung dalam Panitia Khusus (Pansus) terkait dengan masalah otonomi khusus (Otsus), itu harus Pansus.

“Ketika kita dipanggil ke pusat dan ketika kita harus berhadapan dengan DPR RI dan Mendagri itu yang di panggil Pansus. Karena Pansus yang akan ditanyak apa yang dia sudah kerjakan selama ini, apa yang sudah dibicarakan dalam pansus. Pansus itu melibatkan akademisi, melibatkan semua komponen yang memang berkopenten untuk ada dalam Pansus. Itu yang harus kita garis bawahi, dan memang tidak bisa ditangani oleh lembaga DPR. Jadi pemikiran untuk membubarkan Pansus itu sangat keliru, “tegas Yunus Wonda yang juga merupakan Ketua PB PON Papua.

Dijelaskannya, kenapa DPR harus lakukan evaluasi? Karena seluruh pasal-pasal otonomi khusus yang berlaku selama 20 tahun di Provinsi Papua, mulai dari pasal 1 sampai 79 itu sudah tidak relevan lagi untuk kita lanjutkan. Sebab banyak pasal-pasal yang ibaratnya sudah ompong. Artinya sudah tidak bisa lagi.

“Jadi bagaimana mau lanjutkan sementara semua pasal saja sudah tidak relevan. Jadi saya berharap ini harus dipahami dengan baik,” harapnya.

Politikus Partai Demokrat ini pun mengatakan, kalau pun mau berbicara masalah berhasil dan tidak berhasil, sebaiknya buat jejak pendapat sehingga bisa dilihat tingkat keberhasilannya berapa persen, dan yang katakan gagal juga berapa persen. Sehingga kita bisa tahu jumlahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar